Jumat, 28 Agustus 2009

artikel manfaat puasa untuk kesehatan

Jika berpuasa dilakukan secara benar, ternyata berbagai jenis penyakit dapat dikendalikan. Misalnya diabetes, darah tinggi, kolesterol tinggi, maag hingga kegemukan. Bagaimana cara berpuasa yang memberi manfaat kesehatan?
Puasa berarti mengistirahatkan saluran pencernaan (usus) beserta enzim dan hormon yang biasanya bekerja untuk mencerna makanan terus menerus selama kurang lebih 18 jam. Dengan berpuasa organ vital ini dapat istirahat selama 14 jam.
Puasa akan mengaktifkan sistem pengendalian kadar gula darah. Apabila kadar gula darah turun, maka cadangan gula dalam bentuk glikogen yang ada di hati mulai kita gunakan.
Namun penderita penyakit hati yang berat, seperti sirosis hati, dianjurkan untuk tidak berpuasa, karena berisiko terjadi penurunan gula darah (hipoglikemia), akibat cadangan glikogen hati sangat berkurang. Pada orang normal tidak akan menjadi masalah jika kadar gula sangat turun.
Puasa juga merupakan kesempatan menurunkan berat badan bagi yang gemuk, dengan cara tidak makan berlebihan pada waktu buka, sehabis buka dan sewaktu sahur. Kadar lemak darah, kolesterol dan trigliserida bisa berkurang karena tingkat konsumsi makanan gorengan dan bersantan berkurang.
Bagi yang hipertensi, tekanan darah dapat turun, jika selama berbuka hingga sahur tidak makan makanan yang asin-asin dan tidak lupa minum obat hipertensi pada waktu sahur.
Pada penderita diabetes (terutama yang gemuk) dengan berpuasa gula darah lebih terkontrol. Tidak semua penderita diabetes mellitus atau kencing manis aman untuk menjalankan puasa. Yang aman adalah penderita diabetes yang kadar gulanya kurang dari 200 mg/dl, dan mendapat pengobatan bentuk tablet yang diminum. Jika mendapat suntikan insulin , dosis harus kurang dari 40 unit/hari dengan 1 x suntikan per hari.
Para penderita sakit maag atau gastritis yang ringan boleh puasa, kadang-kadang keluhannya berkurang. Bila berat, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter dulu apakah boleh puasa.
Kiat Berpuasa
Pertama yang harus dilakukan adalah berniat untuk berpuasa. Adanya niat akan berpengaruh kepada diri kita secara psikologis, bahwa kita pasti kuat puasa, tahan terhadap segala godaan dan akan lebih meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan.
Kita harus belajar mengendalikan nafsu, melatih kesabaran dan melatih disiplin. Hal ini akan berguna di dalam kehidupan kita sehari-hari.
Jangan terlalu capek. Sebaiknya kita mengurangi kegiatan-kegiatan yang kurang perlu. Karena otomatis waktu tidur kita berkurang, bila kita harus bekerja di siang hari tentu sering diserang kantuk yang hebat. Untuk itu, waktu tidur malam jangan terlalu banyak dikurangi. Usahakan untuk bisa tidur setelah makan sahur, walaupun hanya sebentar sangat membantu.
Usahakan tetap olahraga, agar aliran darah tetap lancar serta kebugaran tubuh terjaga. Lakukan olahraga ringan seperti jalan kaki, naik sepeda, dan lain-lain. Jangan sampai mengeluarkan banyak keringat. Waktu berolahraga yang baik adalah menjelang buka puasa.
Cara Makan yang Benar
Makanlah secara teratur untuk buka puasa dan sahur dengan menu seimbang. Maksudnya adalah makanan yang terdiri dari karbohidrat 50-60%, protein 10-20%, lemak 20-25%, cukup vitamin dan mineral dari sayur dan buah. Selain itu, cukup serat dari sayuran untuk memperlancar buang air besar.
Cukup cairan, dengan minum kurang lebih 7-8 gelas sehari. Terdiri dari 3 gelas waktu sahur dan 5 gelas dari buka sampai sebelum tidur.
Pembagian makan adalah 50% untuk berbuka, 10% setelah sholat tarawih, 40% pada waktu sahur.
Menu yang dipilih yaitu pada waktu buka, terdiri dari makanan pembuka berupa minuman manis atau makanan manis, seperti kolak pisang, kurma atau teh manis. Makanan manis mengandung karbohidrat sederhana yang akan mudah diserap dan segera menaikkan kadar gula darah. Setelah sholat magrib makan makanan pelengkap yang terdiri dari: nasi atau pengganti nasi, ayam/ikan/daging, tahu/ tempe, sayuran dan buah.
Setelah tarawih dapat makan camilan berupa roti atau buah. Makan sahur harus dipentingkan, karena sahur yang baik membuat puasa tidak terasa berat.
Hidangan sahur seperti waktu buka, namun porsinya lebih kecil. Dianjurkan makan dengan kadar protein tinggi, agar meninggalkan lambung lebih lama. Selain itu pencernaan dan penyerapan juga lebih lama dibanding makanan yang kadar karbohidratnya tinggi, sehingga tidak cepat terasa lapar.
Saat makan sahur dapat ditambahkan segelas susu, terutama untuk anak-anak dan remaja. Pada orang dewasa dapat minum susu tanpa lemak. Suplemen multivitamin dan mineral boleh dikonsumsi pada waktu sahur, agar meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh.
Apabila tidak bisa makan sahur dalam bentuk nasi, nasi boleh diganti dengan roti dan isinya atau bubur havermouth, ditambah satu gelas susu. Bila tidak bisa makan nasi atau roti, bisa minum segelas susu yang berkalori seperti Ensure, Entrasol, Peptisol, Enercal Plus, Nutren Fiber dan lain-lainnya, disertai buah.(Dr. Titi Sekarindah,MS., Ahli Gizi RS. Pertamina Pusat, Jakarta)

Kamis, 27 Agustus 2009

performing palpation


You should be familiar with four palpation techniques: light palpation, deep palpation, light ballottement, and deep ballottement.
Light palpation
With the tips of two or three fingers held close together, press gently on the skin to a depth of ½″ to ¾″ (1 to 2 cm). Use the lightest touch possible; too much pressure blunts your sensitivity.



Light ballottement
Apply light, rapid pressure to the abdomen, moving from one quadrant to another. Keep your hand on the skin surface to detect tissue rebound.



Deep palpation (bimanual palpation)
Place one hand on top of the other. Then press down about 1½″ to 2″ (4 to 5 cm) with the fingertips of both hands.



Deep ballottement
Apply abrupt, deep pressure on the patient's abdomen. Release the pressure completely, but maintain fingertip contact with the skin.

Rabu, 26 Agustus 2009

IVF (=In Vitro Fertilization)





IVF (=In Vitro Fertilization) In Vitro artinya di laboratorium / diluar tubuh, Fertilization artinya pembuahan. Singkatan bahasa Indonesianya FIV = Fertilisasi In Vitro adalah usaha fertilisasi yang dilakukan diluar tubuh, didalam cawan biakan, dengan suasana yang mendekati alamiah.
Istilah yang sering dipakai adalah test tube baby (bayi tabung). Bayi tabung pertama didunia adalah Louise Joy Brown (Ceweq) lahir 25 Juli 1978, di Inggris Raya. Kurang dari 5 % pasangan infertil (Pasangan ingin punya anak=PIPA) menggunakan tehnik ini.

IVF biasanya merupakan pengobatan pilihan pada wanita dengan saluran telur yang tersumbat, rusak berat atau tidak memiliki saluran telur (kelainan genetik). Tetapi belakangan IVF juga dipergunakan untuk mengatasi PIPA akibat endometriosis, infertlitas akibat pria dan infertlitas yang tidak terjelaskan.


Hasil penggabungan gambar yang berhubungan dengan proses IVF

Fase2 kunci IVF adalah
  1. Down regulasi
  2. Stimulasi
  3. Pengambilan Sel telur
  4. Transfer Embryo
  5. Dukungan Luteal
  6. Test kehamilan
1. Down Regulasi
Dirancang untuk menekan aktifitas indung telur, sehingga waktu siklus mens dapat dikontrol bisa dengan mempergunakan pil KB. Demikian juga follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinising hormone (LH) di tekan, agar ovulasi bisa di kendalikan. Untuk tujuan ini dipakai obat2 an seperti GnRh agonist (seperti Synarel atau Lupron).

Di bagian akhir fase ini, pil KB di hentikan, sedangkan GnRH agonis nya tetap dilanjtkan. Saat haid datang, dilakukan USg trans-V untuk memastikan indung telur memang ter-supresi dan endometrium tidak menebal.

2. Stimulasi
Tahap selanjutnya adalah menstimulasi indung telur agar menghasilkan sel telur seperti pada siklus yang normal (biasa). Diberikan FSH (sintetik) secara injeksi setiap hari agar sel telur tumbuh menjadi matang.

Obat GnRH agonis pada fase down regulation juga masih diberikan sampai akhir masa stimulasi agar tidak terjadi ovulasi yang terlalu awal.

Pemberian FSH dikontrol dengan ketat dengan mempergunakan USG tans-V serta pemeriksaan kadar estrogen darah. Tujuannya agar tidak terjadi stimulasi yang berlebihan dikenla dengan OHSS (ovarian hyperstimulation syndrome).

Lamanya fase ini rata-rata 10-15 hari. Diakhir fase ini jika ditemukan folikel yang matang, diberikan injeksi HCG (kerjanya mirip LH) untuk mencetuskan pematangan sel telur serta terjadinya ovulasi. Timing pemberiannya kira2 36 jam sebelum pengambilan sel telur (ovum retrieval).

3. Pengambilan sel telur
Merupakan tindakan pembedahan kecil dengan anestesi umum, jarum halus dimasukkan lewat dinsing vagina dibawah bimbingan USG untuk mengambil sel telur yang sudah matang tadi.

Telura yang sudah matang ini selanjutnya dicampurkan kedalam sperma agar bisa terjadi pembuahan secara alami, jika kualitas mani rendah, maka seekor mani di masukkan kedalam sel telur dengan mempergunakan mikroskop.

Telur2 ini selanjutnya di panatau untuk melihat berapa banyak yang berhasil di buahi dan serta pembelahannya.

4. Transfer Embryo
Tergantung protokol masing2 negara, transfer dilakukan pada hari ke 2 atau hari ke 5. Tetapi hari ke 5 hasilnya lebih baik dibanding hari ke 2 setelah pegambilan telur. Dalam masa ini, progesteron diberikan baik secara injeksi ataupun pessari agar endometrium menebal guna persiapan transfer embryo.

Biasanya dimasukkan maksimal dua sehingga bayinya akan kembar. Terlalu banyak embryo akan membahayakan kehamilan.

5. Dukungan Luteal
Diberikan proesteron lanjutan sama seperti diatas baik dengan injeksi mauapun dengan pessari. Lamanya sampai 2 minggu setelah pengambilan sel telur.

6. Test Kehamilan
Dilakukan dengan memeriksa kadar HCG darah. Jika hasilnya negatif, pemberian progesteron di hentikan dan haid akan muncul. Jiak ytest hamil positif, maka pemberian progeteron akan dilanjutkan sampai habis TM I, dimana plasenta akan mandiri menghasilkan progesteron untuk mendukung kehamilan.

Walaupun prosesenya rumit dan canggih ternyata angka keberhasilnnya hanya 30-35%. Dibawah ini ada video dari youtube yang judulnya IVF

KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN

PENDAHULUAN


Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan.
Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989). Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih saying / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk “therapeutic use of self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan, sikap dan tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.


1. PENGERTIAN DAN JENIS KOMUNIKASI

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada komunikasi interpersonal yang terapeutik.
Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal.
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulisa dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.

A. KOMUNIKASI VERBAL

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Katakata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan.
Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.

Komunikasi Verbal yang efektif harus:

1. Jelas dan ringkas

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.
Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda” lebih baik daripada “saya ingin anda menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan tidak enak.”

2. Perbendaharaan Kata

Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.

3. Arti denotatif dan konotatif

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.

4. Selaan dan kesempatan berbicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan denganmemikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.

5. Waktu dan relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.

6. Humor

Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.

B. KOMUNIKASI NON-VERBAL

Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan katakata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan. Komunikasi non-verbal teramati pada:

1. Metakomunikasi

Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan antara Pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh: tersenyum ketika sedang marah.

2. Penampilan Personal

Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seserang berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993).
Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekrjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra klien.

3. Intonasi (Nada Suara)

Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara perawat.

4. Ekspresi wajah

Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.

5. Sikap tubuh dan langkah

Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep diri dan keadaan fisik. Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat, atau fraktur.

6. Sentuhan

Kasih sayang, dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun harus mnemperhatikan norma sosial. Ketika membrikan asuhan keperawatan, perawat menyentuh klien, seperti ketika memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, atau membantu memakaikan pakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung kepada perawat untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit untuk menghindarkan sentuhan. Bradley & Edinburg (1982) dan Wilson & Kneisl (1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat ketika membantu klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat dimengerti dan diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan kepekaan dan hati-hati.

2. KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI TANGGUNG JAWAB MORAL PERAWAT

Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk tumbuh dan berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menambahkan bahwa sebagai seorang beragama, perawat tidak dapat bersikap tidak perduli terhadap ornag lain adalah seseorang pendosa yang memntingkan dirinya sendiri.
Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan bahwa “human care” terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti dalam sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri, “Sesungguhnya setiap orang diajarkan oleh Allah untuk menolong sesama yang memrlukan bantuan”. Perilaku menolong sesama ini perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian dari kepribadian.

3. TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan tehnik berkomunikasi yang berbeda pula. Tehnik komunikasi berikut ini, treutama penggunaan referensi dari Shives (1994), Stuart & Sundeen (1950) dan Wilson & Kneisl (1920), yaitu:

1. Mendengarkan dengan penuh perhatian

Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang dikomunikasikan. Ketrampilan mendengarkan sepenuh perhatian adalah dengan:
a. Pandang klien ketika sedang bicara
b. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan.
c. Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan.
d. Hindarkan gerakan yang tidak perlu.
e. Anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik.
f. Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.

2. Menunjukkan penerimaan

Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja sebagai perawat kita tidak harus menerima semua prilaku klien. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang
a. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.
b. Memberikan umpan balik verbal yang menapakkan pengertian.
c. Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal.
d. Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk mengubah pikiran klien. Perawat dapat menganggukan kepalanya atau berkata “ya”, “saya mengikuti apa yang anda ucapkan.” (cocok 1987)

3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.

Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama pengkajian ajukan pertanyaan secara berurutan.

4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.

Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut. Namun perawat harus berhati-hati ketika menggunakan metode ono, karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti yang berbeda.
Contoh:
- K : “saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga”
- P : “ Saudara mengalami kesulitan untuk tidur….”

5. Klarifikasi

Apabila terjadi kesalah pahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat penting dalam memberikan pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat sampai dengan benar, perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti klien.
Contoh:
- “Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang anda katakan”
- “ Apa yang katakan tadi adalah…….”

6. Memfokuskan

Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru.
Contoh: “ Hal ini nampaknya penting, nanti kita bicarakan lebih dalam lagi ”.

7. Menyampaikan hasil observasi

Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar. Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non-verbal klien. Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
Contoh:
- “ Anda tampak cemas”.
- “ Apakah anda merasa tidak tenang apabila anda……”

8. Menawarkan informasi

Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan kesehatan bagi klien. Selain ini akan menambah rasa percaya klien terhadap perawat. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh memberikan nasehat kepada klien ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.

9. Diam

Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir pikirannya. Penggunaan metode diam memrlukan ketrampilan dan ketetapan waktu, jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam terutama berguna pada saat klien harus mengambil keputusan .

10. Meringkas

Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Metode ono bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.
Contoh: - “Selama beberapa jam, anda dan saya telah membicarakan…”

11. Memberikan penghargaan

Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran tentang perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan bahwa ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”.
Perlu mengatakan “Apabila klien mencapai sesuatu yang nyata, maka perawat dapat mengatakan demikian.”
Contoh:
- “Selamat pagi Ibu Sri.” Atau “Assalmualaikum”
- “Saya perhatikan Ibu sudah menyisir rambut ibu”.

Dalam ajaran Islam, memberi salam dan penghargaan menggambarkan akhlah terpuji, karena berarti mendoakan orang lain memperoleh rahmat dari Allah SWT. Salam menunjukkan betapa perawat peduli terhadap orang lain dengan bersikap ramah dan akrab.

12. Menawarkan diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Seringkali perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, tehnik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.
Contoh: - “Saya ingin anda merasa tenang dan nyaman”

13. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.

Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang perannanya dalam interakasi ini perawat dapat menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.
Contoh:
- “ Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan?”
- “ Apakah yang sedang saudara pikirkan?”
- “ Darimana anda ingin mulai pembicaraan ini?”

14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

Tehnik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk menafsirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan
Contoh:
- “…..teruskan…..!”
- “…..dan kemudian….?
- “ Ceritakan kepada saya tentang itu….”

15. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.

Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Pesawat akan dapat menentukan pola kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam memenuhi kebutuhannya.
Contoh:
- “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudahnya”.
- “Kapan kejadian tersebut terjadi”.

16. Menganjurkan klien unutk menguraikan persepsinya

Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala sesungguhnya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Ketika menceritakan pengalamannya, perawat harus waspada akan timbulnya gejala ansietas.
Contoh:
- “Carikan kepada saya bagaimana perasaan saudara ketika akan dioperasi”
- “Apa yang sedang terjadi”.

17. Refleksi

“Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaanya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab: “Bagaimana menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?”. Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.
Contoh:
K: “Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?”
P: “Apakah menurut anda, anda harus mengatakannya?”
K: “Suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi saya, bahwa tidak menelpon saya, kalau dia datang saya tidak ingin berbicara dengannya.
P: “Ini menyebabkan anda marah”.

Dimensi tindakan

Dimensi ini termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri perawat, katarsis emosional, dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1995, h.23). Dimensi ini harus diimplementasikan dalam konteks kehangatan, penerimaan, dan pengertian yang dibentuk oleh dimensi responsif.

1. Konfrontasi

Pengekspresian perawat terhadap perbedaan pada perilaku klien yang bermanfaatn untuk memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1998, h.41) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi yaitu:
a. Ketidak sesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri (cita-cita/keinginan klien)
b. Ketidak sesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien
c. Ketidak sesuaian antara pengalaman klien dan perawat Konfrontasi seharusnya dilakukan secara asertif bukan agresif/marah. Oleh karena itu sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat kecemasan dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.

2. Kesegeraan

Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan pada dan digunakan untuk mempelajari fungsi klien dalam hubungan interpersonal lainnya. Perawat harus sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.

3. Keterbukaan perawat

Tampak ketika perawat meberikan informasi tentang diri, ide, nilai, perasaan dan sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses belajar, katarsis, atau dukungan klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987, h.134) ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien menurunkan tingkat kecemasan perawat klien

4. Katarsis emosional

Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien untuk mendiskusikan maslahnya. Jika klien mengalami kesulitan mengekspresikan perasaanya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.

5. Bermain peran

Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien kedalam hubungan antara manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari sudut pandang lain; juga memperkenankan klien untuk mencobakan situasi yang baru dalam lingkungan yang aman.

KESIMPULAN

Kemampuan menerapkan tehnik komunikasi terapeutik memrlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.

Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.

JENNY MARLINDAWANI PURBA, SKp.
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR RUJUKAN PUSTAKA
Hamid, A.Y.S (1996). Komunikasi Terapeutik. Jakarta: tidak dipublikasikan
Kanus, W.A. Et.al. (1986). An evaluation of outcome from intensive care in major medical centers. Ann Intern Med 104, (3):410
Lindbert, J., hunter, M & Kruszweski, A. (1983). Introduction to person-centered nursing. Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Potter, P.A & Perry, A.G. (1993) Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice. Thrd edition. St.Louis: Mosby Year Book
Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995). Pocket gide to Psychiatric Nursing. Third edition. St.Louis: Mosby Year Book
Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995).Principles and Practise of Psychiatric Nursing. St. Louis: Mosby Year Book
Sullivan, J.L & Deane, D.M. (1988). Humor and Health. Journal of qerontology nursing 14 (1):20, 1988

IMPLIKASI PSIKOSOSIAL DALAM KEPERAWATAN KRITIS


PENDAHULUAN

Aspek psikososial dari sakit kritis merupakan suatu tantangan yang unik bagi perawat pada keperawatan kritis. Perawat harus secara seimbang dalam memenuhi kebutuhan fisik dan emosional dirinya maupun kliennya dalam suatu lingkungan yang dapat menimbulkan stress dan dehumanis. Untuk mencapai keseimbangan ini perawat harus mempunyai pengetahuan tentang bagaimana keperawatan kritis yang dialami mempengaruhi kesehatan psikososial pasien, keluarga dan petugas kesehatan.

FENOMENA STRES

ICU seringkali digambarkan sebagai suatu tempat yang penuh dengan stress, tidak hanya bagi klien dan keluarganya tetapi juga bagi perawat. Pemahaman yang baik tentang stres dan akibatnya akan membantu ketika bekerja pada unit keperawatan kritis. Pemahaman ini dapat memungkinkan perawat untuk mengurangi efek destruktif stress dan meningkatkan potensi positif dari stress baik pada pasien dan dirinya sendiri.

Stres

Stress didefinisikan sbg respon fisik dan emosional terhadap tuntutan yang dialami individu yang diiterpretasikan sebagai sesuatu yang mengancam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Stres merupakan suatu fenomena komplek, dimana sekumpulan komponen saling berinteraksi dan bekerja serentak. Ketika sesuatu hal mengubah satu komponen subsistem, maka keseluruhan sistem dapat terpengaruh. Jika tuntutan untuk berubah menyebabkan ketidakseimbangan (disequilibrium) pada sistem, maka terjadilah stress. Individu kemudian memobilisasi sumber-sumber koping untuk mengatasi stress dan mengembalikan keseimbangan. Idealnya, stress bergabung dengan perilaku koping yang tepat akan mendorong suatu perubahan positif pada individu. Ketika stress melebihi kemampuan koping seseorang, maka potensi untuk menjadi krisis dapat terjadi.

Stresor

Stressor merupakan faktor internal maupun eksternal yang dapat mengubah individu dan berakibat pada terjadinya fenomena stress (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Sumber stressor dapat berasal dari subsistem biofisikal, psikososial atau masyarakat. Stressor biofisik antara lain organisme infeksius, proses penyakit atau nutrisi yang buruk. Sedangkan contoh stressor psikososial adalah harga diri yang rendah, masalah hubungan interpersonal, dan krisis perkembangan. Stressor ini berasal dari masyarakat luas seperti fluktuasi ekonomi polusi dan teknologi tinggi.
Bagaimana orang mengalami suatu stressor tergantung pada persepsinya tentang stressor dan sumber kopingnya. Stress juga merupakan tambahan (additive). Jika seseorang mendapat serangan stressor yang multipel, maka respon stress akan lebih hebat.

Respon stres

Rspon stress dapat diinduksi oleh stressor biofisik, psikososial atau stressor social. Hans Selye dalam Emanuelsen & Rosenlicht (1986) mengemukakan temuanya tentang stress kedalam suatu model stress yang disebut general adaptation syndrome (GAS). GAS terdiri atas 3 tahap yaitu (a) alarm respon, (b) stage of resistance dan stage of exhaustion.
Alarm respon. Merupakan tahap pertama dan ditandai oleh respon cepat, singkat, melindungi/memelihara kehidupan dimana merupakan aktivitas total dari system saraf simpatis. Tahap ini sering disebut dengan istilah menyerang atau lari (fight-or-flight response).
Stage of resistance. Merupakan tahap kedua, dimana tubuh beradaptasi terhadap ketidakseimbangan yang disebabkan oleh stressor. Tubuh bertahan pada tahap ini sampai stressor yang membahayakan hilang dan tubuh mampu kembali kekeadaan homeostasis. Jika semua energi tubuh tubuhnya digunakan untuk koping, maka dapat terjadi tahap yang ketiga yaitu tahap kelelahan.
Stage of exhaustion. Saat semua energi telah digunakan untuk koping, maka tubuh mengalami kelelahan dan berakibat pada terjadinya sakit fisik, gangguan psikososial dan kematian.

KLIEN

Klien yang sakit dan harus masuk ke ruang ICU tidak saja bertambah menderita akibat stress sakit fisiknya tetapi juga stress akibat psikososialnya. Konsekuensinya, perawat yang melakukan asuhan keperawatan pada unit keperawatan kritis didesign untuk memelihara atau mengembalikan semua fungsi fisik vital dan fungsi-fungsi psikososial yang terganggu oleh keadaan sakitnya.

Respon psikososial

Respon psikososial klien terhadap pengalaman keperawatan kritis mungkin dimediasi oleh fenomena internal seperti keadaan emosional dan mekanisme koping atau oleh fenomena eksternal seperti kuantitas dan kualitas stimulasi lingkungan.
Reaksi emosional. Intensitas reaksi emosional dapat mudah dipahami jika menganggap bahwa ICU adalah tempat dimana klien berusaha menghindari kematian. Klien dengan keperawatan kritis memperlihatkan reaksi emosional yang dapat diprediksi dimana mempunyai cirri-ciri yang umum, berkaitan dengan sakitnya.Takut dan kecemasan secara umum adalah reaksi pertama yang tampak. Klien mungkin mengalami nyeri yang menakutkan, prosedur yang tidak nyaman, mutilasi tubuh, kehilangan kendali, dan/atau meninggal.
Depresi seringkali muncul setelah takut dan kecemasan. Depresi seringkali merupakan respon terhadap berduka dan kehilangan.pengalaman kehilangan dapat memicu memori dimasa lalu muncul kembali dengan perasaan sedih yang lebih hebat.
Marah dapat terjadi setelah atau selama depresi. Seringkali marah menyembunyikan adanya depresi dan dapat mencegah klien jatuh ke dalam depresi yang lebih dalam. Klien dapat merasa marah atau benci tentang sakitnya dan seringkali mengeluh bahwa hidup tidaklah adil.

Mekanisme koping

Mekanisme koping merupakan skumpulan strategi mental baik disadari maupun tidak disadari yg digunakan untuk menstabilkan situasi yang berpotensi mengancam dan membuat kembali ke dalam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Strategi koping klien merupakan upaya untuk menimbulkan stabilitas emosional, menguasai lingkungan, mendefinisikan kembali tugas/tujuan hidup, dan memecahkan masalah yang ditimbulkan oleh karena sakit/penyakit. Beberapa contoh perilaku koping adalah humor, distraksi, bertanya untuk suatu informasiberbicara dengan yang lain tentang keluhan/perasaan-perasaannya, mendefinisikan kembali masalah kedalam istilah yang lebih disukai, menghadapi masalah dengan dengan melakukan beberapa tindakan, negosiasi kemungkinan pilihan/alternatif, menurunkan ketegangan dengan minum, makan atau menggunakan obat, menarik diri, menyalahkan seseorang atau sesuatu, menyalahkan diri sendirimenghindar dan berkonsultasi dengan ahli agama.

DAFTAR PUSTAKA

Emanuelsen, K.L. & Rosenlicht, J.McQ. (1986). Handbook of critical care nursing.New York: A Wiley Medical Publication

Selasa, 25 Agustus 2009

gambar kerangka tubuh manusia

The human fracture photos.We previously presented data to the Society on collagen expression in normalhuman fractures.METHODS: Biopsies from normally healing human fractures and non-unions were examined using in situ hybridisation and immunohistochemistry.Thuis for study in class and laboratory medical.

Gambar kerangka tubuh manusia dan bagian-bagiannya dan keterangan


Rangka Tubuh Manusia

Mengapa kita bisa bergerak? Manusia bisa bergerak karena ada rangka dan otot. Rangka tersebut tidak dapat bergerak sendiri, melainkan dibantu oleh otot. Dengan adanya kerja sama antara rangka dan otot, manusia dapat melompat, berjalan, bergoyang, berlari, dan sebagainya. Berikut dijelaskan mengenai rangka tubuh manusia.

Rangka tubuh manusia memiliki fungsi utama sebagai berikut:

1. Memberi bentuk tubuh
Rangka menyediakan kerangka bagi tubuh sehingga menyokong dan menjaga bentuk tubuh.
2. Tempat melekatnya otot
Tulang-tulang yang menyusun rangka tubuh manusia menjadi tempat melekatnya otot. Tulang dan otot ini bersama-sama memungkinkan terjadinya pergerakan pada manusia.
3. Pergerakan
Pergerakan pada hewan bertulang belakang (vertebrae) bergantung kepada otot rangka, yang melekat pada rangka tulang.
4. Sistem kekebalan tubuh
Sumsum tulang menghasilkan beberapa sel-sel imunitas. Contohnya adalah limfosit B yang membentuk antibodi.
5. Perlindungan
Rangka tubuh melindungi beberapa organ vital yakni:

* Tulang tengkorak melindungi otak, mata, telinga bagian tengah dan dalam.
* Tulang belakang melindungi sumsum tulang belakang.
* Tulang rusuk, tulang belakang, dan tulang dada melindungi paru-paru dan jantung.
* Tulang belikat dan tulang selangka melindungi bahu.
* Tulang usus dan tulang belakang melindungi sistem ekskresi, sistem pencernaan, dan pinggul.
* Tulang tempurung lutut dan tulang hasta melindungi lutut dan siku.
* Tulang pergelangan tangan dan pergelangan kaki melindungi pergelangan tangan dan pergelangan kaki.
6. Produksi sel darah
Rangka tubuh adalah tempat terjadinya haematopoiesis, yaitu tempat pembentukan sel darah. Sumsum tulang merupakan tempat pembentukan sel darah.
7. Penyimpanan
Matriks tulang dapat menyimpan kalsium dan terlibat dalam metabolisme kalsium. Sumsum tulang mampu menyimpan zat besi dalam bentuk ferritin dan terlibat dalam metabolisme zat besi.

Rangka manusia dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu bagian poros tubuh (aksial) dan bagian alat gerak (apendikular). Bagian aksial terdiri atas 80 tulang pada manusia dewasa umumnya. Sedangkan bagian apendikular terdiri atas 126 tulang pada manusia dewasa umumnya.

Bagian aksial terdiri dari:
1. Tulang tengkorak terdiri dari:

a. Tulang tempurung kepala (os cranium)

* Tulang dahi (os frontale)
* Tulang kepala belakang (os occipitale)
* Tulang ubun-ubun (os parietale)
* Tulang tapis (os ethmoidale)
* Tulang baji (os sphenoidale)
* Tulang pelipis (os temporale)

b. tulang muka (os splanchocranium)

* Tulang hidung (os nasale)
* Tulang langit-langit (os pallatum)
* Tulang air mata (os lacrimale)
* Tulang rahang atas (os maxilla)
* Tulang rahang bawah (os mandibula)
* Tulang pipi (os zygomaticum)
* Tulang lidah (os hyoideum)
* Tulang pisau luku (os vomer)

2. Tulang dada (os sternum)

Tulang dada terdiri dari tiga bagian yaitu:

* hulu (os manubrium sterni)
* badan (os corpus sterni)
* taju pedang (os xiphoid prosesus)

3. Tulang rusuk (os costae)

* Tulang rusuk sejati (os costae vera)
* Tulang rusuk palsu (os costae sporia)
* Tulang rusuk melayang (os costae fluctuantes)

4. Tulang belakang (os vertebrae)

* Tulang leher (os cervical)
* Tulang punggung (os thoraxalis)
* Tulang pinggang (os lumbar)
* Tulang kelangkang (os sacrum)
* Tulang ekor (os cocigeus)

5. Tulang gelang bahu

* Tulang belikat (os scapula)
* Tulang selangka (os clavicula)

6. Tulang gelang panggul

* Tulang usus (os illium)
* Tulang pinggul (os pelvis)
* Tulang duduk (os ichium)
* Tulang kemaluan (os pubis)

Bagian apendikuler terdiri dari:

1. Tulang lengan

* Tulang lengan atas (os humerus)
* Tulang hasta (os ulna)
* Tulang pengumpil (os radius)
* Tulang pergelangan tangan (os carpal)
* Tulang telapak tangan (os metacarpal)
* Tulang jari tangan (os phalanges manus)

2. Tulang tungkai

* Tulang paha (os femur)
* Tulang tempurung lutut (os patella)
* Tulang kering (os tibia)
* Tulang betis (os fibula)
* Tulang pergelangan kaki (os tarsal)
* Tulang telapak kaki (os metatarsal)
* Tulang jari kaki (os phalanges pedis)

makalah TBC

BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.

Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia. BAB IIISI
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia. Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Penyebab Penyakit TBC

Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).
Cara Penularan Penyakit TBC

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru. Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen. Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC. Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.
Gejala Penyakit TBC

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
Penegakan Diagnosis

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
Rontgen dada (thorax photo).
Uji tuberkulin.
Bagaimana mencegah agar tidak tertular kepada orang lain
1. Penderita tuberculosa paru:

Minum obat secara teratur sampai selesai
Menutup mulut waktu bersin atau batuk
Tidak meludah di sembarang tempat
Meludah di tempat yang kena sinar matahari atau di tempat yang diisi sabun atau karbol/lisol
2. Untuk keluarga:
Jemur tempat tidur bekas penderita secara teratur
Buka jendela lebar-lebar agar udara segar & sinar matahari dapat masuk
Kuman TBC akan mati bila terkena sinar matahari

3.Pencegahan yang lain
Imunisasi pada bayi
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergiz

makalah contoh latar belakang keperawatan

BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Seorang perawat adalah sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum. Dalam menghadapi pasien, seorang perawat harus mempunyai etika, karena yang dihadapi perawat adalah juga manusia. Perawat harus bertundak sopan, murah senyum dan menjaga perasaan pasien. Ini harus dilakukan karena perawat adalah membantu proses penyembuhan pasien bukan memperburuk keadaan. Dengan etika yang baik diharapkan seorang perawat bisa menjalin hubungan yang lebih akrab dengan pasien. dengan hubungan baik ini, maka akan terjalin sikap saling menghormati dan menghargai di antara keduanya.
Etika dapat membantu para perawat mengembangkan kelakuan dalam menjalankan kewajiban, membimbing hidup, menerima pelajaran, sehingga para perawat dapat mengetahui kedudukannya dalam masyarakat dan lingkungan perawatan. Dengan demikian, para perawat dapat mengusahakan kemajuannya secara sadar dan seksama.
Oleh karena itu dalam perawatan teori dan praktek dengan budi pekerti saling memperoleh, maka 2 hal ini tidak dapat dipisah-pisahkan.
Sejalan dengan tujuan tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa nama baik rumah sakit antara lain ditentukan oleh pendapat/kesan dari masyarakat umum. Kesehatan masyarakat terpelihara oleh tangan dengan baik, jika tingkatan pekerti perawat dan pegawai-pegawai kesehatan lainnya luhur juga. Sebab akhlak yang teguh dan budi pekerti yang luhur merupakan dasar yang penting untuk segala jabatan, termasuk jabatan perawat.

B.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan yang ditetapkan adalah :
1.Apa arti budi pekerti dalam perawatan ?
2.Apa saja syarat-syarat menjadi perawat yang baik ?
3.Bagaimana tahap-tahap proses keperawatan ?
4.Seberapa penting peranan moral bagi perawat dalam menghadapi pasien ?
5.Bagaimanakah para perawat baru menyesuaiakan diri dengan lingkungan baru (rumah sakit) ?
6.Bagaimana sikap dan pribadi yang baik dalam pekerjaan ?

C.TUJUAN
Makalah ini akan mengarahkan kajiannya secara mnedalam yaiotu :
1.Untuk mengetahui arti budi pekerti dalam perawatan
2. Untuk mengetahui syarat-syarat menjadi perawat yang baik
3.untuk mengetahui tahap-tahap proses keperawatan
4.untuk mengetahui pentingnya moral bagi perawat
5.untuk mengetahui cara-cara menyesuaikan diri di Rumah Sakit oleh para perawat baru

D.MANFAAT
Berdasarkan rumusan masalah yang di susun di atas, maka manfaat yang diperoleh adalah :
1.Memberi pelajaran / pengertian kepada perawat arti budi pekerti dalam perawatan
2.Memberi saran kepada calon perawat, syarat-syarat menjadi perawat yang baik
3.Memberikan informasi kepada perawat tentang tahap-tahap proses keperawatan
4.Memberi informasi kepada perawat, pentingnya memiliki moral yang baik dalam menjalankan tugas
5.Memberi informasi kepada calon perawat, cara-cara adaptasi terhadap lingkungan kerja baru
6.Memberi pengertian kepada perawat, sikap dan pribadi yang baik dalam pekerjaan




BAB II
KAJIAN TEORITIK

Pada kajian teori ini penulis akan menguraikan beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan di atas.
A.Arti Budi Pekerti Dalam Perawatan
Yang dimaksudkan dengan budi pekerti itu umumnya kelakuan dan akhlak seseorang yang ditetapkan oleh tradisi, adat, dan kebiasaan.
Budi pekerti dalam perawatan khususnya berarti tata susila yang berhubungan dengan cita-cita adat dan kebiasaan yang mempengaruhi seorang perawat dalam menunaikan pekerjaannya. Seperti pekerjaan keahlian lain-lainnya, pekerjaan para dokter dan perawat mengandung tata susila yang khusus. Oleh karena itu budi pekerti penting dalam rencana pelajaran sekolah-sekolah perawat.
1.Faedah Budi Pekerti bagi Perawat
Dasar-dasar budi pekerti yang sehat sangat dibutuhkan untuk kepribadian yang baik. Bagi anggota perawat, kepribadian yang baik adalah penting, sebab kepribadianlah yang dapat menentukan dalam kehidupan.
Kata “perawatan” dalam hal ini berhubungan dengan orang sakit. Dan arti “seorang perawat” adalah seorang yang terampil memberikan pelayanan/perawatan, baik terhadap orang sakit dengan penuh kasih sayang, maupun terhadap orang sehat. Sehingga orang tersebut tidak mudah terkena suatu penyakit.
Jabatan perawat memerlukan tenaga dan pikiran, kemauan dan kesungguhan hati. Nama “perawat” harus dijunjung tinggi. Bukan untuk sekarang saja, tetapi juga untuk kemudian hari. Untuk menjadi seorang perawat yang baik, yang dapat menghadapi segala kesukaran hidupnya sehari-hari, ia harus mempunyai akhlak yang sehat. Dengan kata lain ia harus berpribadi luhur.
Perawatan bukan saja merupakan keahlian untuk sekedar mencari nafkah, akan tetapi mengingat tujuannya juga merupakan pekerjaan yang suci.

2.Faedah Budi Pekerti yang Luhur Bagi Penderita
Perlu dihindarkan anggapan bahwa perawat sengaja bermaksud mengubah kepercayaan kepada penderita. Bilamana hal ini tejadi akan mengakibatkan buruknya hubungan antara perawat dengan penderita. Selain itu akan dapat menimbulkan pula perasaan-perasaan kurang senang yang berlebih-lebihan.
Akan tetapi seorang perawat yang mempunyai budi pekerti yang luhur dan menjalankan pekerjaannya dengan baik, tak akan luput pengaruh baiknya pada penferita yang dirawatnya. Amal jasmani dan rohani yang diberikan dengan penuh kerelaan oleh perawat kepada penderita, merupakan faktor penting untuk kesembuhan penderita tersebut.
Seringkali perawat diajukan pertanyaan-pertanyaan yang bertalian dengan pengertian akhlak dan kerohanian oleh penderita. Dalam hal ini, perawat bisa menjadi penolong yang berguna untuk memberi kekuatan jiwa terutama kepada mereka yang tak akan sembuh lagi.
Perawat yang berbudi pekerti luhur, akan sangat disenangi pasien. Karena pasien merasa benar-benar dirawat dengan baik, penuh kasih sayag. Selain itu pasien sangat membutuhkan perhatian secukupnya, yang mungkin tidak diperolehnya karena kesibukan pekerjaannya.
Banyak penderita yang dirawat seharusnya mendapat kesempatan untuk memperoleh lebih banyak pengetahuan mengenai kerohanian dan akhlak yang baik. Mereka seharusnya mendapat kesempatan mempunyai cita-cita hidup sehat.

B.Syarat Menjadi Perawat yang Baik
Seorang siswa pada permulaan masuk sekolah perawatan mempunyai keinginan untuk mengetahui bagaimana caranya untuk menjadi eprawat yang baik.
Dalam memilih sauatu keahlian, seseorang harus mendapat kepuasan dalam lapangan pekerjaan pilihannya itu. Pekerjaan seorang perawat adalah pekerjaan manusiawi untuk menolong sesama manusia agar mendapat kesehatan yang tinggi dan untuk mengadakan lingkungan yang sehat bagi penederita maupun orang sehat. Perawatan adalah pekerjaan yang berguna dan penting, serta dapat memberi kepuasan batin bagi orang-orang yang memasukinya.
Perawat perlu mengatasi keperluan-keperluan dalam merawat penderita secara langsung/tidak langsung. Misalnya mengenai sikapnya, karean menghadapi penderita dari bermacam-macam tingkatan, umur, dan lain-lain. Maka perlu diperhatikan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan jasmani maupun rohani penderita, sehingga bila penderita itu memerlukan pertolongan dapat diberikan secara cepat. Perawat harus dapat mmeberi bimbingan hidup sehat kepada penderita.
Dari uraian-uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan secara lebih spesifik. Syarat-syarat untuk menjadi perawat yag baik adalah :
1.Berminat terhadap perawatan, sehingga perawat dapat memberikan kepuasan perawatan pada penderita
2.Mempunyai rasa kasih sayang
3.Mempunyai rasa sosial dan tabiat ramah
4.Mempunyai kemampuan untuk menjaga nama baik perawat dan rumah sakit
5.Berpikiran dan berkelakuan baik serta berbadan sehat agar supaya sanggup menjalankan pekerjaannya.



C.Proses Perawatan
Proses perawatan merupakan kerangka kerja perawat sat ia memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Ini berarti proses keperawatan adalah pendekatan yang dipergunakan oleh perawat saat ia merawat pasien.
Proses keperawatan merupakan pendekatan kerja yang sistematis, terorganisasi, fleksibel dan berkelanjutan. Umumnya proses keperawatan yang kita kenal terdiri dari 4 tahap : pengkajian  perencanaan  pelaksanaan  evaluasi.
Namun yang dikemukakan oleh Gebby dan Lavin (1975) yang dikutip oleh Patrica A. Potter dan Anne Q. Perry dalam “Fundamentals of Nursing”, 1985 adalah terdiri dari 5 tahap, yaitu :
1. Tahap I : pengkajian
2. Tahap II : penegakan diagnosa keperawatan
3. Tahap III : menetapkan rencana asuhan keperawatan
4. Tahap IV : melaksanakan tindakan yang direncanakan
5. Tahap V : mengevaluasi asuhan keperawatan
Pembahasan lebih lanjut adalah sebagai berikut :
1.Tahap pengkajian
Dalam tahap ini ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan :



a.Mengumpulkan data tentang pasien
(a.1). Data dasar atau data terfokus (aspinal and tanner, 1985 yang dikutip oleh Rosalinda Alfaro dalam Application of Nursing Process A Step-by-Step Guide; 1986)
Data dasar adalah data yang menyangkut semua aspek dari data – data tersebut, antara lain : biografi, riwayat kesehatan keluarga, riwayat kesehatan lingkungan, psikososial, kebiasaan sehari-hari, hasil pemeriksaan fisik seluruh sistem aktivitas sehari-hari, psikologis sosial dan aspek spriritual.
Data terfokus adalah : data yang difokuskan pada masalah kesehatan yang daialami pasien saat itu. Misal : pasien mengalami gangguan penglihatan, maka pengkajian yang difokuskan adalah pada fungsi penglihatan pasien.
(a.2). Data subjektif dan data objektif
Data subjektif adalah : data yang dikeluhkan oleh pasien artinya, data subjektif didapat dari penuturan pasien.
Data objektif adalah : data yang dapat diukur, dilihat, diraba, didengar, ditimbang dan di baui.
Contoh data subjektif dan objektif :
Data subjektif : fungsi sensoris, pasien mengeluhkan “penglihatan saya terasa kabur dan kadang berkunang-kunang”
Data objektif : pada pemeriksaan mata ditemukan visus OD = min ½ , visus OS = min ¼ , sklera warna merah.
b.Mentabulasi data : data yang dikumpulkan lalu ditabulasi.
c.Menganalisa data : data setelah ditabulasi, segera dianalisa sehingga didapati suatu kesimpulan yang dirumuskan ke dalam bentuk diagnosa keperawatan.
2.Tahap menegakkan diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada dasarnya adalah kesimpulan dari masalah kesehatan yang dialami pasien. Masalah kesehatan yang dialami pasien dibagi atas 3, yaitu :
a.Masalah keperawatan / diagnosa keperawatan (dirangkum Rosalida Alfaro (1986) dari Gordon (1976), Schoe maker (1978) dan carpenitao (1985)) adalah sebagai berikut :
“Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan nyata atau potensial (pada individu, keluarga, kelompok). Dimana perawat dapat secara sah dan mandiri menanganinya dalam bentuk tindakan keperawatan yang ditujukan untuk mencegah, mengatasi/mengurangi masalah tertsebut”.
b.Masalah yang berbentuk kolaboratif (Rosalinda alfaro (1986))
“Masalah kolaboratif adalah masalah yang nyata yang mungkin terjadi akibat komplikasi dari penyakit/dari pemeriksaan/akibat pengobatan penyakit dalam, yang mana masalah tersebut hanya bisa dicegah, diatasi/dikurangi dengan tindakan-tindakan keperawatan yang bresifat kolaboratif”.

3.Tahap menetapkan rencana asuhan keperawatan
Saat menetapkan rencana asuhan keperawatan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain :
a.Menentukan urutan prioritas masalah
Untuk menentukan urutan prioritas masalah kita dapat merujuk kepada hirarkhi kebutuhan dasar emnurut Maslow, berdasarkan masalah yang nyata dan berdasarkan keiginan pasien. Masalah perlu diprioritaskan, karena tidak mungkin mengatasi semua masalah pada sat yang bersamaan.
Misal : urutan prioritas diagnosa keperawatan yang berkenaan dengan kelainan fungsi pernapasan menempati urutan lebih tinggi dari pada yang berkenaan dengan kelainan fungsi pencernaan.
b.Menentukan tujuan yang akan dicapai
Dalam tahap ini ditentukan tujuan yang ingin dicapai biasanya dalam bentuk tingkah laku dan berorientasi pada tingkah laku pasien.
Misal : setelah perawatan intensif 2 minggu, pasien dapat berjalan memakai tongkat tanpa bantuan.
c.Menentukan rencana tindakan keperawatan
Tindakan keperawatan dapat berbentuk observasi, penyuluhan, pencatatan, rujukan/berbentuk prosedur-prosedur keperawatan lainnya.
Misal : - Kaji dan catat tanda-tanda vital setiap 6 jam
Kaji dan ganti sprei bila basah/kotor
Beri minum sebanyak 2500 ml/24 jam dan catat
d.Menentukan kriteria hasil
Kriteria hasil perlu ditentukan karena berguna untuk mengukur hasil yang dicapai setelah menjalani perawatan. Bila hasil yang dicapai sesuai dengan kriteria hasil yang ditetapkan berarti tindakan keperawatan yang kita lakukan terhadap pasien tersebut cukup berhasil.
Misal :
Cairan 2500 ml habis dikonsumsikan oleh pasien dalam 24 jam
Tanda-tanda vital termonitor dan tercatat pada jam 06.00, jam 12.00, jam 18.00 dan jam 24.00

4.Tahap melaksanakan tindakan keperawatan
Pada tahap ini ada beberapa tahap yang perlu dikerjakan :
Pertama : menerapkan tindakan-tindakan keperawatan yang ada dalam rencana. Tindakan-tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dicatat dalam format catatan perawat.
Kedua : mengisi format asuhan keperawatan
5.Tahap mengevaluasi asuhan keperawatan
Evaluasi mencakup semua tahap dalam proses keperawatan. Evaluasi dibagi 2 jenis, yaitu :
a.Evaluasi berjalan
Dikerjakan dalam bentuk pengisian format catatan perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang dialami dan oleh pasien.
b.Evaluasi akhir
Dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan yang akan dicapai dengan hasil nyata yang dicapai. Bila ada kesenjangan diantara keduanya, mungkin semua tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali agar didapat data-data, masalah/rencana yang perlu dimodifikasi.
Demikian tahap-tahap dalam proses keperawatan. Seorang perawat pasti mampu melaksanakan semua ini, jika ia benar-benar mencintai pekerjaannya. Disamping tetap berbudi pekerti yang luhur dan beretika sesuai dengan etika dalam perawatan.

D.Pertimbangan Moral Bagi perawat dalam Menjalankan Tugasnya
Nilai moral merupakan penilaian terhadap tindakan yang umumnya diyakini oleh para anggota suatu masyarakat tertentu sebagai “yang salah” atau “yang benar” (Berkowit Z, 1964).
Pertimbangan moral adalah penilaian tentang benar dan baiknya sebuah tindakan. Akan tetapi tidak semua penilaian tentang “baik” dan “benar” itu merupakan pertimbangan moral, banyak diantaranya justru merupakan penilaian terhadap kebaikan / kebenaran, estetis, teknologis / bijak.
Jadi jelas bahwa seorang perawat harus benar-benar mempertimbangkan nilai-nilai moral dalam setiap tindakannya. Seorang perawat harus mempunyai prinsip-prinsip moral, tetapi prinsip moral itu bukan sebagai suatu peraturan konkret untuk bertindak, namun sebagai suatu poedoman umum untuk memilih. Maksudnya bahwa prinsip moral dapat digunakan untuk memilih apakah tindakan-tindakan yang dilakukan perawat itu benar atau salah. Beberapa kategori prinsip diataranya :
Kebijakan (dan realisasi diri)
Kesejahteraan orang lain
Penghormatan terhadap otoritas
Kemasyarakatan / pribadi-pribadi
Dan keadilan
Seorang perawat harus mempunyai rasa kemanusiaan dan moralitas yang tinggi terhadap sesama. Karena denan begitu, antara perawat dan pasien akan terjalin hubungan yang baik. Perawat akan merasakan kepuasan batin, bila ia mampu membantu penyembuhan pasien dan si pasien sendiri merasa puas atas pelayanan perawatan yang diberikan, dengan kata lain terjadi interaksi antara perawat dan pasien.
Selain prinsip-prinsip moralitas yang dikemukakan di atas, ajaran moralitas dapat juga berdasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila, misalnya dalam sila I dan sila II.
1.Sila I (KeTuhanan Yag Maha Esa)
Bahwa kita meyakini akan adanya Tuhan (Allah SWT), yang akan selalu mengawasi segala tindakan-tindakan kita. Begitu juga denan perawat. Bila perawat melakukan Malapraktik, mungkin ia bisa lolos dari hukuman dunia. Tetapi hukum Tuhan sudah emnanti di sana (akhirat).
Jadi perawat harus mampu menjaga perilaku dengan baik, merawat pasien sebagai mana mestinya.
2.Sila II (Kemanusiaan Yang dail dan Beradab)
Di sini jelas bahwa moralitas berperan penting, khususnya moralitas perawat dalam menangani pasien. Perawat harus mempu bersikap adil dalam menghadapi pasien, baik itu kaya-miskin, tua-muda, besar-kecil, semua diperlakukan sama, dirawat sesuai dengan penyakit yang diderita pasien.







BAB III
ADAPTASI DI LINGKUNGAN BARU

Jika seorang memasuki pendidikan perawat, ia akan banyak menghadapi masalah yang baru. Orientasi dalam pendidikan dan pekerjaan merupakan jalan utama untuk dapat meyesuaiakan diri dalam lingkungan yang baru ini. Menyesuaikan diri berarti dapat memberi dan menerima dari lingkungannya.
Beberapa pedoman untuk meyesuaikan diri dalam lingkungan perawatan :
1.Menaati peraturan dan tata tertib yang ada di Rumah Sakit
2.Menurut dan menerima nasihat sebagai kebenaran dan keperluan meskipun belum dimengerti betul
3.Mencoba melihat segala sesuatu dari sudut atasan yang bertanggung jawab serta mencoba menempatkan diri di dalam pikiran dan perasaan si askit
4.Jujur dalam lahir batinnya dan tidak mementingkan diri sendiri
5.Memberi perhatian kepada apa yang dikatakan oleh atasan
Suasana Rumah Sakit biasanya dipengaruhi oleh anggota perawat yang ada pada lingkungan itu. Baik buruknya suasana tersebut antara lain ditentukan oleh kelakuan, sikap, akhlak dan semangat para perawat sehari-hari baik di dalam maupun di luar dinas. Disamping itu, suasana tersebut juga tergantung pada pimpinan, kegiatan, kegembiraan bekerja, sikap dan perbuatan pegawai-pegawainya sendiri.


A.Cara bergaul
Bagi perawat baru, cara bergaul ini penting artinya untuk menyesuaikan diri. Di Rumah Sakit sering akan dijumpai hal-hal yang dirasakan “ganjil” atau “aneh” mengenai adat kebiasaan orang yang belum pernah dikenal. Mungkin pribadi perawat sendiri juga akan dirasakan aneh/ganjil oleh orang lain. Rasa aneh semacam itu tidak usah menimbulkan rasa canggung.
Untuk dapat bergaul dengan baik, wajib menjalankan tata cara yang pantas. Kesopanan atas dasar saling menghormati dapat menjaga kemurnian pergaulan.
Pada abad 20 ini hampir tidak ada perbedaan wanita dan laki-laki dalam melaksanakan pekerjaan. Perawat laki-laki hampir sama banyaknya dengan perawat wanita. Tetapi batas pergaulan antara pemuda pemudi hendaknya selalu diperhatikan.
Tiap-tiap orang (pria/wanita), mempunyai kewajiban sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuannya. Antara pria dan wanita ada adaya saling tarik. Tetapi dengan adanya peradaban dan pendidikan, daya tarik menarik ini dapat dibina sebagai naluri yang murni. Pergaulan antara gadis dan pemuda yang sopan, selalu disertai kewaspadaan dan menjaga kehormatan masing-masing.
Dalam hal bercakap-cakap, seorang perawat juga harus mempunyai etika, misalnya bila sedang bercakap-cakap hendaknya ia memandang muka lawan bicara dan mendegarkan dengan penuh perhatian, memberi kesempatan orang lain berbicara dengan tenang. perawat sendiri hendaknya berbicara dengan suara yang sedang, tenang tetapi tegas, tidak ribut tetapi juga tidak memperlihatkan rasa malu / takut.
Begitu juga kalau bertamu. Bila perawat datang bertamu, sebelumnya ia mengetahui waktu atau kesempatan orang yang ditamui untuk menerimanya. Pada waktu dinas biasanya tersedia jam tertentu untuk menerima tamu.
Peringatan kalau bertamu di rumah Sakit :
1.Tidak dibenarkan duduk di tempat tidur si sakit, sebaiknya mengambil kursi/tempat duduk lain
2.Tidak dibenarkan memperlihatkan kehkawatiran/tindakan lainnya yang dapat menambah beban pikiran/perasaan tak senang si sakit
3.Jika ada keluarga dekatnya, suami/istri datang hendaklah mengundurkan diri

B.Pakaian Dinas
Pakaian seragam dengan potongan tertentu menyatakan dari lingkungan manakah si pemakai bekerja. Jadi hendaknya diinsyafi bahwa pemakai seragam itu merupakan utusan dari suatu Rumah Sakit atau Lembaga Pendidikan.
Pakaian mencerminkan sifat si pemakainya, maka sebaiknya sangat berhati-hati jika mengenakan pakaian dinas.
Perawat wajib sederhana dalam soal pakaian dan cara berdandan. Pakaian bersih dan sopan dapat menimbulkan rasa senang dan kepercayaan si penderita untuk dirawat oleh perawat yang berpakaian demikian itu.

Perhiasan tidak boleh dipakai pada waktu dinas, karena :
1.Tidak sepadan dengan perawatan yang halus dan sederhana sifatnya
2.Kotoran-kotoran dan hama penyakit mudah melekat disitu
3.Dapat mengganggu gerak dalam bekerja
Pakaian dinas tidak pantas di pakai di luar dinas, karena pakaian dinas itu merupakan utusan dari suatu lingkungan. Dikhawatirkan bila disalahgunakan dapat mencemarkan nama baik lembaga kerja / lembaga pendidikannya.















BAB IV
SIKAP DAN PRIBADI DALAM PEKERJAN

Sikap dan pribadi menentukan segala perbuatan dan tingkah laku manusia. Keadaan sikap dan pribadi seseorang dipengaruhi oleh kekuatan batinnya : pikiran, perasan, kemauan dan ilham / intuisinya.
Kemauan seorang perawat merupakan bakat atau pemberian dari jiwanya. Ia dapat memilih dengan kekuatan pikiran, sehingga ia dapat memastikan mana yag baik dan mana yang tidak baik. Baik buruk kemauan itu tergantung pada tujuannya dan tujuan itu ditentukan oleh :
a.Keluhuran budi manusia
b.Kesosialan manusia
Orang yang berbudi luhur itu :
1.Pasti akan dihargai orang
2.Pasti akan memberi pengaruh baik pada masyarakat sekelilingnya
Anggota perawat yang tidak mempunyai keinginan belajar dan beranggapan bahwa dirinya sudah pandai, akan merugikan dirinya sendiri di kemudian hari.
Dalam pendidikan perawat, bukan saja mengerjakan perawatan merupakan bagian yang penting : mendidik budi pekerti dan membentuk disiplin yang teguh untuk mendapat hasil perawatan yang sebetulnya juga tak kalah pentingnya.
Berbicara tentang budi pekerti, tidak lepas dengan yang nemanya kejujuran. Dalam dunia perawatan kejujuran itu mempunyai arti yang luas sekali. Jujur dalam kelakuan dan pembicaraan adalah epnting untuk si sakit dan lingkungannya.
Kejujuran dalam perawatan dibagi atas 3 hal :
1.Kejujuran terhadap pekerjaan
2.Kejujuran terhadap lingkungan
3.Kejujuran dalam perkataan
Perawat hendaknya membiasakan diri menahan pembicaraan tentang hal-hal si sakit dengan orang yang tak mempunyai hal dalam hal itu dan yang tidak mengerti soal perawatan penderita, meskipun orang tersebut keluarga si sakit sendiri, perawat hendaknya berhati-hati dengan kata-kata yang dikeluarkannya.
Selain perawat harus jujur dalam menunaikan tugasnya, ia juga harus mengerti kata-kata apa yang dapat dikeluarkan sehibungan dengan penderita dan penyakitnya. Hal ini penting sekali karena berhubungan dengan jiwa dan keselamatan manusia.
Perawat harus hati-hai mengatakan perihal penyakit penderita, meskipun kepada keluarga terdekat. Sebaiknya diserahkan kepada dokter yang bersangkutan. Kemungkinan akibat yang tidak baik akan terjadi jika perawat menceritakan perihal penyakit penederita kepada orang lain / penderita itu sendiri mengetahui penyakitnya yag sebenarnya.
Menyimpan kata-kata yang dilukiskan di atas itulah yang dinamakan menyimpan “rahasia jabatan”. Suatu pelanggaran rahasia jabatan akan bertentangan dengan sumpah jabatan yang diucapkan oleh calon perawat sewaktu lulus ujian untuk memangku jabatan perawat.
SUMPAH JABATAN
“Saya bersumpah, bahwa saya akan mengerjakan perawatan dan pemeliharaan orang-orang sakit yang diserahkan kepada saya, di dalam muupun di luar Rumah Sakit, sebaik-baiknya, sesungguh-sungguhnya menurut aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam cara perawatan yang baik, dengan tidak memandang pangkat, kedudukan, bangsa dan agama. Saya tidak akan membukakan kepada siapapun juga rahasia-rahasia yang mungkin saya ketahui sewaktu saya memegang jabatan sebagai perawat, kecuali jika diminta oleh pengadilan negeri sebagai saksi. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberi kekuatan kepada saya. Demikianlah saya bersumpah”.










BAB V
PENUTUP

A.Kesimpulan
Dari uraian-uraian yang dibahas didepan, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan adalah sebagai berikut :
1.Seorang perawat harus mmepunyai budi perekti yang luhur, karena akan berfaedah bagi diri perawat maupun pasien
2.Untuk menjadi seorang perawat yang baik, ia harus memenuhi beberapa syarat/kriteria tertentu
3.Dalam proses perawatan ada 5 tahap yang dikemukakan oleh Gebby dan Lavin yaitu :
a.Tahap pengkajian
b.Tahap penegakan diagnosa keperawatan
c.Tahap penetapan rencana asuhan keperawatan
d.Tahap pelaksanaan tindakan yang direncanakan
e.Tahap pengevaluasian asuhan keperawatan
4.Seorang perawat harus memiliki rasa moralitas dan rasa kemanusiaan yang tinggi
5.Ajaran moralitas bagi perawat juga terkandung dalam sila-sila pancasila terutama sila I dan sila II
6.Perawat harus mampu beradaptasi dengan lingkungan kerjanya (Rumah Sakit) dengan berdasar pada pedoman untuk menyesuaikan diri dalam lingkungan perawatan
7.Perawat harus bisa bertanggung jawab dengan sumpah jabatan yang diucapkannya

B.Saran
Dari kesimpulan diatas penulis dapat sedikit memberi saran kepada calon perawat/perawat, yaitu :
1.Menjadi seorang perawat yang pertama harus mnecintai pekerjaannya
2.Perawat harus mempunyai kepribadian yang baik
3.Calon perawat harus mampu beradaptasi dengan lingkungan kerjanya yang baru
4.Perawat sebisa mungkin menjalin komunikasi dengan pasien, sehingga bisa terjalin hubungan yang akrab diantara keduanya
5.Perawat harus bisa membawa / menempatkan diri dimana ia berada






DAFTAR PUSTAKA

B. I., Onny. 1980. Etika Perawatan. Jakarta : Bhatara Karya Aksara.
DE Santo, John, Agus Cremers. 1995. Tahap-tahap Perkembangan Moral Lawrence Kahlberg. Yogyakarta : Kanisius (anggota IKAPI).
Asih, Luh Gede Yasmin. 1993. Prinsip-prinsip Merawat Berdasarkan Pendekatan Proses Keperawatan / Yoseph Rueng. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC














DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG 1
B. RUMUSAN MASALAH 2
C. TUJUAN 2
D. MANFAAT 3
BAB II KAJIAN TEOROTIK 4
A.ARTI BUDI PEKERTI DALAM PERAWATAN 4
B.SYARAT MENJADI PERAWAT YANG BAIK 6
C.PROSES PERAWATAN 8
D.PERTIMBANGAN MORAL BAGI PERAWAT DALAM MENJALANKAN TUGASNYA 13
BAB III ADAPTASI DI LINGKUNGAN BARU 16
BAB IV SIKAP DAN PRIBADI DALAM PEKERJAAN 20
BAB V PENUTUP 23
A. KESIMPULAN 23
B. SARAN 24
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat allah SWT. Karena atas segala limpahan rahmat, karunia dan hidayahNya akhirnya Penulis mampu menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk mengetahui bagaimana seorang perawat dalam menghadapi pasien. Moral juga menjadi pertimbangan bagi seorang perawat dalam menjalankan tugasnya. Apakah tindakan-tindakan perawat/etika perawat sesuai dengan norma-norma dalam Pancasila ?. Etika seorang perawat harus sesuai dengan norma-norma dalam Pancasila, karena sila – sila dalam Pancasila secara umum mengajarkan kepada kita saling menyayangi dan mengasihi dengan sesama. Selain itu sikap dan perilaku perawat harus dapat dipertanggungjawabkan tidak hanya kepada atasan tetapi juga kepada Tuhan YME. Secara umum semua manusia memang harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa kelak di akhirat.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.Bapak Drs. Ahmad Mutholiin, msi, selau Dosen Pembimbing.
2.Rekan-rekan dari keperawatan A dan B
3.Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya makalah ini.


Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umunya. Penulis menyadari sepenuhnya sebagai manusia biasa, tidak lepas dari kekurangan, begitu juga dengan makalah ini yang masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun tentunya, sangat penulis harapkan.



Penuli